Dinamika Iklim Dan Produksi Karet
Tanaman karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting di Indonesia. Laporan Direktorat Jenderal Perkebunan (2018) memperlihatkan bahwa ekspor karet Indonesia tahun 2017 sebesar 2,99 juta ton dengan nilai sebesar 5,10 Miliar US$.
Faktor iklim berpengaruh terhadap perkembangan tanaman karet terutama pada produksi. Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1.500 mm/tahun dengan distribusi merata (Dijkman, 1951 dan William et al., 1980). Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1.500-3.000 mm/tahun dengan distribusi merata. Besarnya evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman karet adalah setara dengan evaporasi yang diukur dengan panci klas A atau 3 – 5 mm per hari untuk kondisi di Indonesia (Haridas, 1985). Curah hujan 100-150 mm akan dapat mencukupi kebutuhan air tanaman karet selama 1 bulan (Rao dan Vijayakumar, 1992). Pada saat musim kemarau, ketersediaan air berkurang sehingga air menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Hal ini terutama terjadi pada pertanaman karet yang pengaturan jarak tanamnya terlalu rapat, sehingga terjadi kompetisi antar tanaman karet dalam mengkonsumsi air dari tanah. Kramer (1983) menyatakan bahwa pengaruh yang langsung akibat kekurangan air berkepanjangan adalah berkurangnya laju pertumbuhan sehingga ukuran tanaman dan produksi lebih rendah dibandingkan tanaman normal.
Curah hujan adalah salah satu faktor dalam ketersediaan air bagi tanaman karet yang berpengaruh terhadap metabolisme tanaman dan produksi. Kondisi agroklimat dan produksi karet di Pusat Penelitian Karet selama 5 tahun (2014 – 2019) terlihat pada Gambar 1. Musim hujan dimulai pada bulan November hingga Mei dan musim kemarau pada bulan Juni hingga Oktober. Curah hujan terendah selama 5 tahun terjadi pada bulan Oktober 2015 yang hanya sebesar 0.6 mm dengan produksi karet sebesar 938 kg/ha. Pada tahun 2018 dan 2019 curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan September sebesar 2,6 dan 7,5 mm dengan produksi karet sebesar 791 dan 520 kg/ha. Curah hujan sangat berpengaruh cukup signifikan terhadap produksi tanaman.
Gambar 1. Pengaruh curah hujan dan produksi karet selama 5 tahun.
Pada gambar 2 terlihat hubungan antara kandungan air tanah, defisit air dan produksi karet selama 5 tahun. Defisit air tertinggi tejadi pada bulan Oktober 2015 sebesar 76,59 mm dengan kondisi kandungan air tanah sebesar 120,26 mm. Produksi karet yang tertinggi pada bulan April 2017 terjadi pada saat kondisi tanah tidak mengalami defisit air. Kekurangan air akan berdampak pada keseimbangan kimiawi dalam tanaman sehingga mengakibatkan berkurangnya hasil fotosintesis atau semua prosesproses fisiologis berjalan tidak normal. Selain itu juga berakibat pada tanaman menjadi kerdil, produksi rendah dan kualitas turun (Craft et al, 1949; Kramer, 1969).
Gambar 2. Pengaruh kandungan air tanah, defisit air dan produksi karet selama 5 tahun.
Kesimpulan akhir yaitu tanaman karet mempunyai daya adaptasi yang luas dan dapat tumbuh pada beberapa kondisi tanah dan iklim, tetapi pertumbuhannya akan lebih optimal apabila tanaman ini dibudidayakan pada daerah yang mempunyai tanah dan iklim yang sesuai.
(Risal Ardika - Kelti Tanah dan Pemupukan Pusat Penelitian Karet)