Bahan tanam merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting dalam upaya peningkatan produktivitas perkebunan karet. Kegiatan program pemuliaan tanaman karet menunjukkan bahwa penggunaan klon-klon karet unggul baru mampu meningkatkan produktivitas yang awalnya hanya sekitar 400 kg/ha pada bahan tanam asal seedling menjadi lebih dari 2500 kg/ha pada klon unggul terbaru. Produktivitas tersebut masih dapat ditingkatkan dengan terus menggali potensi genetik tanaman karet yang dapat mencapai 8000 kg/ha melalui kegiatan pemuliaan.
Produktivitas tanaman karet sering kali tidak sesuai dengan potensi genetik klon yang ditanam. Hal ini seringkali terjadi di perkebunan karet baik ditingkat perkebunan rakyat maupun perkebunan besar negara dan swasta. Salah satu penyebab tidak optimalnya produksi lateks tersebut adalah ketidakseragaman jenis klon yang digunakan sebagai bahan tanam di lapangan. Beberapa faktor teknis yang dapat mempengaruhi terjadinya pencampuran klon pada proses penyiapan bahan tanam karet diantaranya adalah :
- Pengambilan dan penggunaan kayu entres dari kebun entres yang tidak murni.
- Distribusi kayu entres kepada juru okulasi pada saat penyiapan bibit.
- Pencabutan stum dan pengangkutan dari lapangan ke terminal seleksi dan packing.
- Pengambilan stum dari dalam peti untuk ditanam kedalam polibeg di lokasi yang baru
- Pemindahan bibit polibeg dari terminal ke atas truk dan sebaliknya ketika menurunkan bibit polibeg dari atas truk ke lokasi kebun entres yang baru.
Penggunaan bahan tanam yang tercampur tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan tidak seragam yang berdampak terhadap waktu matang sadap serta produksi yang tidak sesuai dengan prediksi. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut dan dalam upaya peningkatan dan pengoptimalan produktivitas perkebunan karet serta membantu mengawal tercapainya potensi produksi klon-klon karet unggul, Pusat Penelitian Karet telah menghasilkan teknologi pemurnian klon baik berdasarkan karakter morfologi maupun DNA fingerprinting. Pemurnian dapat dilakukan pada berbagai tahap yaitu pengecekan setiap pohon entres yang akan digunakan, pengecekan bibit hasil okulasi dan pengecekan setiap pohon TBM/TM yang telah ditanam di lapang.
Beberapa karakter morfologi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam identifikasi klon pada program pemurniaan tanaman muda adalah bentuk, ukuran dan warna daun serta batang, bentuk dan posisi mata entres, serta bentuk dan jarak antar payung daun. Pada tanaman dewasa identifikasi klon dapat dilakukan dengan memperhatikan tipe tajuk, bentuk daun, tipe percabangan, bentuk dan warna batang serta bentuk, ukuran dan warna biji yang dihasilkan tanaman. Gambar 1 menunjukkan contoh beberapa karakter morfologi yang digunakan dalam identifikasi klon karet.
Gambar 1. Perbedaan beberapa karakter morfologi klon-klon karet
Pengaruh faktor lingkungan seringkali menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal sehingga ciri-ciri karakter morfologi yang diharapkan tidak muncul dengan sempurna. Selain itu ketersediaan tenaga ahli yang mampu mebedakan klon secara morfologi juga menjadi salah satu faktor pembatas dalam proses identifikasi klon berdasarkan karakter morfologi. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu biologi molekuler, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan teknologi DNA fingerprinting. Prinsip dasar dari teknologi DNA fingerprinting adalah melihat perbedaan alel dari berbagai gen/lokus genom masing-masing klon karet yang terlihat dari perbedaan pola pita DNA seperti yang terlihat pada ilustrasi Gambar 2. Melalui teknologi DNA fingerprinting, pemurnian klon karet dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat sehingga potensi produksi klon dapat tercapai.
Gambar 2. Perbedaan pola DNA fingerprinting klon-klon karet
(Fetrina Oktavia – Kelti Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman)